Sunday, November 6, 2011

144. Hubungan kejadian pneumonia pada balita dengan status pemberian vitamin A di poliklinik anak ...... tahun ...

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manifestasi klinik infeksi dengan Mycoplasma Pneumoniae – bakteri penyebab pneumonia yang paling sering – sangat bervariasi, sebagian besar ringan namun ada yang sangat berat bahkan ada yang menimbulkan kematian. Infeksi ekstra pulmonary sebagai komplikasi atau penyakit penyerta misalnya abses kulit, abses jaringan lunak, otitis media, sinusitis, meningitis purulenta. Kadang-kadang ditemukan perikarditis dan epiglotis yang biasanya berhubungan dengan infeksi haemophilus influenza tipe B1. Komplikasi yang dapat dijumpai antara lain empiema danotitis media akut. Sementara komplikasi lainnya seperti meningitis, perikarditis, osteomielitis, dan peritonitis lebih jarang terjadi (AMD, 2008).

Pneumonia stadium lanjut akan menimbulkan timbunan cairan pada selaput paru yang dikenal dengan “pleural effusion”. Dampak yang paling buruk pada pneumonia adalah kerusakan total pada jaringan paru-paru tersebut (Setyawati, 2005).

Penyakit ISPA (Infeksi saluran Pernafasan Akut) khususnya pneumonia masih merupakan penyakit utama penyebab kesakitan dan kematian bayi dan balita. Pneumonia menyebabkan empat juta kematian pada anak balita di dunia dan ini merupakan 30% dari seluruh kematian yang ada (Dinkes Kota Metro, 2007b).

Kasus pneumonia ditemukan paling banyak menyerang anak balita. Menurut laporan World Health Organization (WHO), sekitar satu juta anak meninggal tiap tahun akibat pneumonia (Inspired Kids, 2007). Berdasarkan laporan terbaru UNICEF (United Nations Children’s Fund)/WHO, sebanyak dua juta balita meninggal akibat pneumonia tiap tahun dan jumlah ini lebih banyak dari Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS), malaria, dan campak jika digabungkan (Depkes RI, 2006). Di Amerika Serikat angka kematian akibat pneumonia menduduki urutan keenam sebagai penyebab kematian dan angka kematian di Amerika 15% (Dinkes Kota Metro, 2005a).

Di Indonesia menurut Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Departemen Kesehatan (2001) penyakit saluran nafas menduduki urutan kedua sebagai penyebab kematian di Indonesia (Dinkes Kota Metro, 2005a). Setiap hari hampir 300 balita di Indonesia meninggal karena radang paru (pneumonia). Menurut SKRT tahun 2001, diperkirakan kematian balita karena pneumonia 5 per 1000 balita setiap tahun (Suara Pembaruan, 2006). Direktur Jenderal Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan (PPM & PL) Depkes dan Kessos Umar Fahmi Achmadi memperkirakan kematian akibat pneumonia sebagai penyebab utama ISPA di Indonesia pada akhir 2000 sebanyak 5 kasus diantara 1000 bayi/balita. Berarti, akibat pneumonia sebanyak 150.000 bayi/balita meninggal tiap tahun atau 12.500 korban per bulan atau 416 kasus sehari atau 17 anak per jam atau seorang bayi/balita meninggal setiap 5 menit (Setyawati, 2005). Data dari Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr. Sutomo Surabaya dan RS Persahabatan Jakarta, angka kematian pneumonia pada penderita rawat inap 20% (Dinkes Kota Metro, 2005a).

ISPA masih merupakan masalah kesehatan masyarakat di Indonesia termasuk di dalamnya di Propinsi Lampung dan Kota Metro. ISPA merupakan salah satu penyebab utama kunjungan pasien di sarana kesehatan. Sebanyak 40% – 60% kunjungan berobat di puskesmas dan 15% – 30% kunjungan berobat di bagian rawat jalan dan rawat inap di rumah sakit disebabkan oleh ISPA. Episode penyakit batuk pilek pada balita di Indonesia diperkirakan sebesar 3 – 6 kali per tahun (Dinkes Kota Metro, 2007b).

Jumlah kasus pneumonia pada balita di Propinsi Lampung tahun 2006 sebanyak 10.729 kasus terdiri dari 4.346 kasus di Bandar Lampung, 259 kasus di Lampung Selatan, 884 kasus di Lampung Tengah, 238 kasus di Lampung Utara, 145 di Lampung Barat, 102 kasus di Tulang Bawang, 3.931 kasus di Way Kanan, 221 kasus di Tanggamus, 448 di Lampung Timur, 154 kasus di Metro (Dinkes Propinsi Lampung, 2006).

Berdasarkan laporan Seksi Pencegahan dan Pemberantasan Penyakit selama periode waktu 2002 – 2006 temuan kasus pneumonia (umumnya pada anak balita 1 – 4 tahun) yaitu; pada tahun 2002 terdapat 188 kasus (6,5%) menjadi 152 kasus (1,32%) pada tahun 2003 dan menurun menjadi 70 kasus (0,63%) pada tahun 2004 kemudian meningkat kembali menjadi 134 kasus (0,91%) pada tahun 2005 dan 154 kasus (1,04%) pada tahun 2006 (Dinas Kesehatan Kota Metro, 2006c). Sedangkan pada tahun 2007, total penderita pneumonia ringan dan pneumonia berat berjumlah 159 kasus (1,21%) dari 13.137 balita (Dinkes Kota Metro, 2007a).

Menurut data medical record tahun 2007 di RSUD ................. didapatkan jumlah balita yang menderita ISPA pada tahun 2007 sebanyak 86 dari 743 angka kesakitan seluruhnya dimana pneumonia dalam perawatan terdapat 23 kasus yang termasuk di dalam ISPA atau dapat dikatakan kejadian ISPA tahun 2007 sebanyak 11,57%. Jumlah penderita pneumonia pada tahun 2007 di Poliklinik Anak RSUD ................. sebanyak 107 penderita dari 3.621 angka kesakitan seluruhnya dengan jumlah penderita terbanyak pada bulan April yaitu 22 kasus.

Di negara berkembang yang tersering sebagai penyebab pneumonia pada anak ialah Streptococcus Pneumoniae dan Haemophilus Influenza. Pada anak yang berumur 4 – 10 tahun Pneumokokus dan Haemophilus Influenza merupakan penyebab utama. Pada kelompok usia prasekolah, virus masih merupakan penyebab pneumonia yang paling banyak, tetapi bakteri patogen juga mulai sering ditemukan (AMD, 2008).

Faktor risiko terjadinya kematian bayi dan anak balita karena pneumonia dipengaruhi oleh faktor anak yaitu anak yang belum pernah diimunisasi campak, anak belum pernah menderita campak, anak balita yang tidak memanfaatkan fasilitas kesehatan yang telah disediakan, dan anak yang belum mendapat vitamin A yang disediakan oleh program. Faktor risiko lainnya yaitu aspek kepercayaan setempat dalam praktik pencarian pengobatan yang salah (Depkes RI, 1996).

Faktor risiko pneumonia berikut ini adalah faktor-faktor yang meningkatkan risiko berjangkitnya pneumonia yaitu umur dibawah 2 bulan, jenis kelamin laki-laki, gizi kurang, Berat Badan Lahir Rendah, tidak mendapat ASI memadai, polusi udara, kepadatan tempat tinggal, imunisasi yang tidak memadai, membedong bayi, defisiensi vitamin A (Kesehatan Jogja, 2005).

Vitamin A essensial untuk pemeliharaan dan kelangsungan hidup. Diseluruh dunia (WHO, 1991), diantara anak-anak pra sekolah diperkirakan terdapat 6 – 7 juta kasus baru xeropthalmia tiap tahun, kurang lebih 10% diantaranya menderita karusakan kornea. Diantara yang menderita kerusakan kornea ini 60% meninggal dalam waktu satu tahun, sedangkan di antara yang hidup, 25% menjadi buta dan 50 – 60% setengah buta. Diperkirakan pada satu waktu sebanyak tiga juta anak menjadi buta karena kekurangan vitamin A, dan sebanyak 20 – 40 juta menderita kekurangan vitamin A pada tingkat lebih ringan. Perbedaan angka kematian antara anak yang kekurangan dan tidak kekurangan vitamin A kurang lebih sebesar 30%. Di samping itu kekurangan vitamin A meningkatkan risiko anak terhadap penyakit infeksi seperti penyakit saluran pernafasan dan diare, meningkatkan angka kematian karena campak, serta menyebabkan keterlambatan pertumbuhan (Almatsier, 2003).

Cakupan pemberian kapsul vitamin A tahun 2003 – 2005 cenderung fluktuatif naik turun dan pada tahun 2005 masih ada 5 kabupaten atau kota yang belum mencapai target yaitu Lampung Selatan, Lampung Utara, Lampung Barat, Tanggamus dan Metro. Dari seluruh kabupaten atau kota yang ada di Propinsi Lampung ternyata hasil cakupan vitamin A dua kali pada balita, tertinggi di Kota Bandar Lampung (lebih dari 80%) dan terendah di Kabupaten Lampung Barat (kurang dari 80%) (Dinkes Propinsi Lampung, 2005). Cakupan pemberian kapsul vitamin A tahun 2006 – 2007 Propinsi Lampung yaitu 73,22% telah mencapai target (67%) (Dinkes Propinsi Lampung, 2006).

Hasil cakupan vitamin A anak balita wilayah Metro pada tahun 2003 sebesar 64,40% untuk bulan Februari dan 62,77% pada bulan Agustus (Dinkes Kota Metro, 2004), sedangkan tahun 2004 sebesar 48% untuk bulan Februari dan 67,44% bulan Agustus (Dinkes Kota Metro, 2004). Cakupan vitamin A anak balita di Kota Metro tahun 2005 sebesar 87,66% (Dinkes Kota Metro, 2005b). Hal ini menunjukkan bahwa pada tahun 2005 cakupan vitamin A anak balita di Kota Metro telah mencapai target program yaitu sebesar 85%. Cakupan vitamin A anak balita tahun 2006 sebesar 63,05% untuk bulan Februari dan 76,40% bulan Agustus (Dinkes Kota Metro, 2006b), sedangkan tahun 2007 sebesar 83,35% untuk bulan Februari dan 82,48% bulan Agustus (Dinkes Kota Metro, 2007b). Angka ini menunjukkan bahwa cakupan vitamin A anak balita selama 2006 – 2007 belum mencapai target yang ditetapkan untuk Kota Metro. Angka di atas juga menunjukkan bahwa cakupan pemberian kapsul vitamin A anak balita selama 2003 – 2007 di Kota Metro cenderung fluktuatif naik turun.

Berdasarkan uraian masalah di atas maka penulis tertarik melakukan penelitian untuk mengetahui hubungan antara kejadian pneumonia pada balita dengan status pemberian vitamin A di Poliklinik Anak RSUD ..................

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas, dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: “Bagaimanakah hubungan antara kejadian pneumonia pada balita dengan status pemberian vitamin A di Poliklinik Anak RSUD .................?”

C. Ruang Lingkup Penelitian

1. Jenis Penelitian : Analitik

2. Obyek Penelitian : Hubungan antara kejadian pneumonia pada balita dengan status pemberian vitamin A.

3. Subyek Penelitian : Ibu dari balita yang menderita pneumonia dan bukan pneumonia yang berkunjung dan diperiksa di Poliklinik Anak RSUD ..................

4. Lokasi Penelitian : Poliklinik Anak RSUD ..................

5. Waktu Penelitian : 3 – 16 Juni 2008.

D. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara kejadian pneumonia pada balita dengan status pemberian vitamin A di Poliklinik Anak RSUD ..................

2. Tujuan Khusus

a. Mengetahui proporsi kejadian pneumonia pada balita di Poliklinik Anak RSUD ..................

b. Mengetahui proporsi status pemberian vitamin A pada balita di wilayah ………..

c. Mengetahui hubungan antara kejadian pneumonia pada balita dengan status pemberian vitamin A di Poliklinik Anak RSUD ..................

E. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat :

1. Bagi Institusi Pendidikan Program Studi Kebidanan ,,,,,,,,,,,,

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperluas wawasan mahasiswi kebidanan khususnya mahasiswi Politeknik Kesehatan Dep.Kes. Tanjungkarang Prodi Kebidanan ………….

2. Bagi Poliklinik Anak RSUD .................

Sebagai bahan masukan dalam manajemen pemberantasan penyakit infeksi saluran pernafasan akut khususnya untuk kejadian pneumonia pada balita.

3. Bagi Dinas Kesehatan Kota Metro

Sebagai bahan masukan dalam mencapai tujuan program pemberantasan penyakit infeksi saluran pernafasan akut khususnya pneumonia pada balita.

4. Bagi Peneliti Selanjutnya

Sebagai sumber referensi dan bacaan untuk peneliti selanjutnya dalam kaitannya dengan hubungan antara kejadian pneumonia pada balita dengan status pemberian vitamin A.